Mereka Bekerja Penuh Resiko
Saat memasuki pintu gerbang kantor, sejenak mata saya tertuju pada gedung kantor saya sendiri. Kali ini, ada yang beda dengan gedung kantor saya tersebut. Sesuatu di gedung itu membuat saya sejenak merenung. Coba lihat gambar yang saya ambil berikut ini:
Apa kira-kira yang ada dibenak pikiran teman-teman dengan melihat foto yang saya ambil tersebut? Biasa saja, bersyukur, membandingkan dengan pekerjaan teman-teman sendiri, atau apa?
Saya pribadi ada tiga hal ketika saya melihat mereka bekerja membersihkan gedung tersebut. Pertama, jelas rasa syukur. Kedua, spontan saya lantas membandingkan dengan pekerjaan saya sebagai pustakawan dan ketiga, seperti biasa, yakni hikmahnya. Apa yang bisa diambil pelajaran tentang mereka yang bekerja penuh resiko tersebut?
Salam,
Pustakawan Blogger
Apa kira-kira yang ada dibenak pikiran teman-teman dengan melihat foto yang saya ambil tersebut? Biasa saja, bersyukur, membandingkan dengan pekerjaan teman-teman sendiri, atau apa?
Saya pribadi ada tiga hal ketika saya melihat mereka bekerja membersihkan gedung tersebut. Pertama, jelas rasa syukur. Kedua, spontan saya lantas membandingkan dengan pekerjaan saya sebagai pustakawan dan ketiga, seperti biasa, yakni hikmahnya. Apa yang bisa diambil pelajaran tentang mereka yang bekerja penuh resiko tersebut?
Syukur
Ya, berulang kali di blog ini sudah saya katakan tentang rasa syukur. Terserah teman-teman atas semua itu. Bukan berarti saya sok ngustad atau apalah, yang jelas ini adalah sebuah pengingat saya pribadi. Syukur adalah rasa untuk bisa menerima dengan apa yang telah diberikan Allah, SWT. Ridho atas apa yang sudah menjadi kehendaknya. Syukur akan membuat tenang karena rasa keberterimaan apa adanya. Melihat mereka para pekerja membersihkan dinding pada gedung tinggi membuat saya bersyukur, betapa mereka itu bekerja penuh dengan resiko dibandingkan saya yang berada di balik meja, diantara beribu-ribu aksara, tidak kepanasan, suhu ruangan yang cukup dingin, maka nikmat mana lagi yang kau dustakan?Autokritik
Membandingkan disini bukan berarti dari sisi pekerjaanya, melainkan sifat dari pekerjaannya. Apa saja sifat pekerjaannya yang bisa dijadikan autokritik? Yaitu keberanian. Mereka adalah orang-orang yang memiliki keberanian, minimal tidak takut ketinggian. Bagaimana dengan saya pustakawan? Apakah masih memiliki keberanian untuk berinovasi? Apakah berani melakukan perubahan? Sementara ini, jujur saya masih merasa berada di zona nyaman, terlena dengan keadaan hingga mungkin belum ada keberanian untuk melakukan perubahan khususnya pada kondisi yang ada sekarang.Hikmah
Sekarang, apa kira-kira hikmah yang bisa diambil dari foto tersebut selain dari dua hal diatas? Hemat saya adalah rasa keberanian mereka itu bisa saja karena adanya faktor keadaan yang mengharuskan mereka melakukan itu. Mereka bekerja penuh resiko. Tapi, saya percaya dibalik itu, mereka bekerja untuk suatu perjuangan, terutama untuk keluarga tercintanya. Bagaimana dengan pekerjaan teman-teman para pustakawan? Masih mengeluh? Semoga tidak!Salam,
Pustakawan Blogger
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus