Deponering Atau Seponering? Manakah Yang Benar?
Awalnya saya membaca berita di detik tentang Jaksa Agung Deponering Kasus Samad dan BW. Saya penasaran dengan istilah deponering sendiri. Di berita tersebut memang sudah ada pengertian singkatnya. Deponering lalu ada di dalam kurungnya dengan tulisan pengesampingan perkara. Rasa penasaran saya tidak berhenti disitu, lalu sayapun seperti biasa, mencari lebih lanjut pengertian detailnya. Saat mencari via Google, ternyata disitus hukum online sendiri masih terjadi perdebatan diantara istilah yang dipakai itu. Mana yang benar deponering atau seponering? Bagi yang penasaran, teman-teman bisa membacanya: Bahasa Hukum: Seponering atau Deponering?
Saya sendiri sebagai orang awam dalam bidang hukum, tentu tidak mempermaslahkan itu. Namun, dalam pemberitaan di media, saya kira harus mengetahui definisinya sehingga akan mudah mencerna berita yang sedang dibaca. Deponering sendiri dikatakan merujuk pada penjelasan pasal 77 KUHAP. Dikatakan bahwa penjelasan pada pasal tersebut merumuskan: “yang dimaksud dengan penghentian penuntutan tidak termasuk penyampingan perkara untuk kepentingan umum yang menjadi wewenang Jaksa Agung”. Ini artinya pada kasus Samad dan BW, jika Jaksa Agung mengabulkannya, maka kasus tersebut akan dihentikan. Setidaknya para pembaca berita menjadi tahu, sebenarnya itu yang menjadi makna beritanya.
Sekarang mari kita lihat contoh judul berita di beberapa media yang menggunakan istilah deponering:
Mesin pencari Google sendiri hingga memberikan pernyataan :"Mungkin maksud Anda adalah: deponering kasus bw"
Jadi Mana Yang Benar?
Kalau melihat perdebatan di website Hukum Online tersebut, dikatakan bahwa antara deponering dan seponering, dua-duanya memang ada dalam kamus hukum. Prof. Andi Hamzah (Ketua Tim Penyusun RUU KUHAP) sendiri berpendapat bahwa yang benar adalah seponering. Ia membuktikannya ketika melakukan studi banding ke Belanda untuk kebutuhan penyusunan RUU KUHAP. Dikatakan bahwa Hukum acara di Belanda menggunakan istilah seponering. Namun demikian, kendati dua istilah tersebut ada dalam kamus hukum dan banyak media yang memanfaatkan istilah itu, sebenarnya ada yang lebih menarik ketimbang memperdebatkan dua istilah tersbut. Dikatakan bahwa perlu adanya penelusuran sejak kapan istilah deponering dipakai untuk menggantikan seponering dan apa yang melatarbelakangi perubahan penggunaan istilah itu. Saya kira untuk mahasiswa jurusan hukum bisa mengambil tema ini menjadi bahan tugas kuliah ketika membuat paper, skripsi atau bahkan tesis misalnya dengan menggunakan teori dekonstruksi Jacques Derrida. Kalau ditanya mana yang benar? Kalau saya pribadi yang penting adalah mengerti makna singkatnya ketika istilah deponering itu menghiasi di pemberitaan media. Biarlah mereka para pakar hukum yang akan mendiskusikannya. Kalau teman-teman sendiri bagaimana?
Salam,
Pustakawan Blogger
Saya sendiri sebagai orang awam dalam bidang hukum, tentu tidak mempermaslahkan itu. Namun, dalam pemberitaan di media, saya kira harus mengetahui definisinya sehingga akan mudah mencerna berita yang sedang dibaca. Deponering sendiri dikatakan merujuk pada penjelasan pasal 77 KUHAP. Dikatakan bahwa penjelasan pada pasal tersebut merumuskan: “yang dimaksud dengan penghentian penuntutan tidak termasuk penyampingan perkara untuk kepentingan umum yang menjadi wewenang Jaksa Agung”. Ini artinya pada kasus Samad dan BW, jika Jaksa Agung mengabulkannya, maka kasus tersebut akan dihentikan. Setidaknya para pembaca berita menjadi tahu, sebenarnya itu yang menjadi makna beritanya.
Sekarang mari kita lihat contoh judul berita di beberapa media yang menggunakan istilah deponering:
- DPR dan Kapolri menolak, Jaksa Agung tetap deponering kasus BW & AS (Merdeka, 13 Februari 2016)
- Jaksa Agung Sebut Deponering Kasus AS dan BW dalam Proses (Sindonews, 13 Februari 2016)
- Luhut: Deponering Kasus Samad dan BW Hak Prerogatif Jaksa Agung (Republika, 13 Februari 2016)
- Presiden Minta Jaksa Agung Deponeering Kasus BW dan AS Dipuji (Tribunnews, 12 Februari 2016)
- DPR Tolak Deponering Kasus Samad dan BW (Metronews, 11 Februari 2016)
- Jaksa Agung soal Kasus BW: Deponering Tak Bisa Sembarangan (CNN Indonesia, 07/10/2015)
- Pengacara Tegaskan Kewenangan Deponering Kasus Samad-BW di Tangan Kejagung (Kompas, 11 Februari 2016)
- Jaksa Agung Pertimbangkan Seponering Kasus BW (suara Merdeka, 29 Mei 2015)
- Kejagung Pertimbangkan Terbitkan Seponering Kasus BW dan Samad (Hukum Online, 21 Januari 2016)
Contoh mengetikan kata kunci "seponering kasus bw" di Google |
Jadi Mana Yang Benar?
Kalau melihat perdebatan di website Hukum Online tersebut, dikatakan bahwa antara deponering dan seponering, dua-duanya memang ada dalam kamus hukum. Prof. Andi Hamzah (Ketua Tim Penyusun RUU KUHAP) sendiri berpendapat bahwa yang benar adalah seponering. Ia membuktikannya ketika melakukan studi banding ke Belanda untuk kebutuhan penyusunan RUU KUHAP. Dikatakan bahwa Hukum acara di Belanda menggunakan istilah seponering. Namun demikian, kendati dua istilah tersebut ada dalam kamus hukum dan banyak media yang memanfaatkan istilah itu, sebenarnya ada yang lebih menarik ketimbang memperdebatkan dua istilah tersbut. Dikatakan bahwa perlu adanya penelusuran sejak kapan istilah deponering dipakai untuk menggantikan seponering dan apa yang melatarbelakangi perubahan penggunaan istilah itu. Saya kira untuk mahasiswa jurusan hukum bisa mengambil tema ini menjadi bahan tugas kuliah ketika membuat paper, skripsi atau bahkan tesis misalnya dengan menggunakan teori dekonstruksi Jacques Derrida. Kalau ditanya mana yang benar? Kalau saya pribadi yang penting adalah mengerti makna singkatnya ketika istilah deponering itu menghiasi di pemberitaan media. Biarlah mereka para pakar hukum yang akan mendiskusikannya. Kalau teman-teman sendiri bagaimana?
Salam,
Pustakawan Blogger
Posting Komentar untuk "Deponering Atau Seponering? Manakah Yang Benar? "