Iblis Pun Menyerah Kepada Orang-Orang Yang Ikhlas

"Iblis menjawab, "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka." (QS. Shad: 82-83).
Solat Jum'at siang tadi di Masjid Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) membahas tentang ikhlas. Satu buah pernyataan penting menjadi pembuka khutbah oleh sang khatib, bahwa setiap surat dalam Al-quran itu memiliki nama sesuai dengan peristiwa atau kondisi yang terjadi saat itu. Sebagai contoh Surat Al-Baqaroh (Sapi Betina), Al-imran (Keluarga Imran), dan lainya. Namun ada dua surat yang tidak seperti itu yakni Al-Fatihah dan Al-Ikhlas. Kedua surat itu mempunyai intisari yang sama yaitu tentang ketauhidan dan keikhlasan berbibadah hanya karena Allah,Swt semata.

Bapeten

Surat Al-Fatihah mengandung intisari ketiga macam tauhid yakni Tauhid rububiyah, Tauhid uluhiyah, dan tauhid asma’ wa sifat. Hal yang berkaitan dengan keikhlasan beribadah dalam surat Al-Fatihah adalah di dalam kata Allah dan Iyyaaka na’budu. Disini mengesakan Allah dalam bentuk beribadah hanya kepada-Nya. Sedangkan pada tauhid rububiyah pada penggalan ayat Rabbil ‘alamiin adalah mengesakan Allah dalam hal perbuatan-perbuatan-Nya seperti mencipta, memberi rezeki dan lain sebagainya. Demikian juga di dalam penggalan ayat Alhamdu terkandung makna tauhid asma’ wa sifat. Tauhid asma’ wa sifat adalah mengesakan Allah dalam hal nama-nama dan sifat-sifatNya. Allah telah menetapkan sifat-sifat kesempurnaan bagi diri-Nya sendiri (muslim.or.id)

Bagaimana dengan Surat Al-Ikhlas? Makna yang terkandung dalam surat Al-Ikhlas yaitu  mengukuhkan keesaan Allah, tiada sekutu bagi-Nya, Dia sendiri yang dituju untuk memenuhi semua kebutuhan, yang tidak melahirkan dan tidak dilahirkan, tiada yang menyerupai dan tandingan-Nya. Konsekuensi dari semua itu adalah ikhlas beribadah kepada Allah dan ikhlas menghadap kepada-Nya saja (dakwatuna.com)


Tiga Orang Yang di Seret Ke Neraka

Barangkali menjadi pelajaran penting bagi kita semua dengan merenungkan sebuah kisah tentang tiga orang yang diseret ke neraka karena amal ibadah yang tidak ikhlas atau terjebak ke dalam sifat riya. Al Imam Muslim meriwayatkan dari shahabat Abu Hurairah rodhiyallohu ‘anhu (No.1905), bahwasannya Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
Pada hari kiamat nanti, dihadirkan seorang laki-laki yang mati dalam keadaan peperangan fii sabilillah (di jalan Alloh). Kemudian diperlihatkan kepadanya nikmat-nikmat Alloh hingga ia mengakuinya. Selanjutnya ia ditanya, “Apa yang telah engkau perbuat di dunia?” Ia menjawab, “Aku telah berperang demi Engkau (Alloh) hingga aku terbunuh.” Alloh berkata, “Bohong! Engkau berperang bukan karena aku, tapi supaya engkau disebut pahlawan. Kini gelar itu telah engkau peroleh.” Lalu orang itu diseret ke neraka dengan wajah tersungkur.

Kemudian didatangkan orang yang kedua, yaitu seorang laki-laki yang sering membaca Al Qur’an, rajin menuntut ilmu, dan senantiasa mengajarkan pengetahuannya kepada orang lain. Lalu ia ditanya, “Apa  yang telah engkau perbuat (selama hidup di dunia)?” Dia menjawab, “Aku mempelajari berbagai ilmu dan mengajarkannya kepada orang lain, dan aku juga sering membaca Al Qur’an karena-Mu.” Allah menjawab, “Bohong! Engkau belajar dan mengajar bukan karena Aku. Bacaan Al Qur’anmu juga bukan karena Aku. Engkau belajar dan mengajar agar dikatakan pintar dan ‘alim. Kini sebutan itu telah engkau peroleh. Bacaan Al Qur’anmu juga bukan karena Aku, tetapi agar engkau diberi gelar Qori’. Itu juga telah engkau raih.” Akhirnya ia juga diseret ke neraka dengan wajah tersungkur.

Kemudian dihadirkan orang ketiga. Yakni, laki-laki yang diberi kelapangan hidup dan berbagai jenis harta kekayaan. Kemudian diperlihatkan kepadanya nikmat-nikmat Alloh hingga ia mengakuinya. Lantas ia ditanya, “Apa yang telah engkau lakukan?” “Aku telah menginfakkan seluruh hartaku di jalan yang Engkau sukai dan semuanya karena-Mu.” jawabnya. Alloh berkata, “Bohong! Engkau melakukan itu agar dikatakan sebagai dermawan. Dan itu telah engkau peroleh.” Akhirnya dengan wajah tersungkur ia juga diseret ke neraka.

Kisah Iblis Terusir Dari Surga dan Nabi Yusuf

Hanya orang-orang yang ikhlas yang akan selamat, bahkan Iblis Pun menyerah kepada orang-Orang yang ikhlas. Seperti yang tersirat dalam percakapan antara Allah dan Iblis dalam Al-quran surat Shad ayat 82-83. Saat itu Iblis terusir dari surga karena kesombongannya.
"Iblis menjawab, "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka." (QS. Shad: 82-83).
Kisah lain buah dari keikhlasan yakni akan di selamatkan oleh Allah,Swt. Hal tersebut di buktikan pada kisah Nabi Yusuf dengan Siti Zulaikha yang terdapat dalam Al-Quran surat Yusuf ayat 24, Allah Berfirman:
"Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang ikhlas." (QS. Yusuf: 24).
Seandainya itu terjadi pada kita, ada seorang wanita yang kaya raya, memiliki kedudukan dan berparas cantik mengajak untuk berbuat maksiat, dapatkah kita menolaknya? Kisah Nabi Yusuf adalah salah satu bukti bahwa hanya orang-orang ikhlas yang akan selamat. Ketika Siti Zulaikha mengajaknya untuk melakukan perbuatan maksiat, faktor-faktor yang mendorong beliau untuk melakukan  perbuatan tersebut sangatlah kuat. Jika saat itu Nabi yusuf tidak melihat larangan Allah, bisa ia jadi akan tergelincir ke dalam bujuk rayuan syaitan. Namun karena Nabi Yusuf Alaihissalam termasuk di antara orang-orang yang ikhlas, maka Allah pun menjaganya dari perbuatan maksiat. Sehingga terhindar dari perbuatan keji.

Oleh sebab itu kisah tiga orang yang di seret ke neraka, pernyataan Iblis yang menyerah kepada orang-orang ikhlas dan kisah Nabi Yusuf di atas adalah sebuah pelajaran penting sekaligus renungan bagi kita semua, apakah amal ibadah yang kita lakukan selama ini niatnya telah benar-benar hanya karena Allah,Swt semata?

Riya

Amal ibadah yang dilakukan tanpa keikhlasan hanya akan jatuh pada sifat riya (pamer) karena ada tujuan lain selain Allah. Hal demikian bisa jatuh ke dalam syirik kecil yakni seseorang yang ibadahnya karena Allah akan tetapi tujuannya untuk orang lain. Orang yang seperti ini tidak akan memperoleh apa-apa kecuali kerugian yang besar kelak di akherat nanti.

Untuk terhindar dari sifat riya, maka kita harus mengetahui ciri-ciri dari sifat riya. Adapun ciri-cirinya sebagai berikut:
  • Apabila ibadahnya dipuji maka akan semakin rajin dan juga sebaliknya apabila dicaci maka amal ibadahnya menurun
  • Ibadahnya menjadi baik ketika di depan orang banyak akan tetapi tampak biasa saja di kala sendirian

Semoga kita semua terhindar dari sifat riya dan termasuk ke dalam golongan orang-orang yang senantiasa ikhlas dalam melakukan semua amal ibadah yang niatnya semata-mata di dasarkan karena Allah, Swt. Amin...

Akhirnya sebagai penutup dari tulisan ini, kita dapat menarik satu kesimpulan  yakni apabila kita ingin selamat dari berbagai godaan iblis yang menyesatkan, maka menjadi orang yang senantiasa ikhlas dalam melakukan semua amal ibadah adalah kuncinya. Luruskan niat hanya karena Allah, Swt. Ingat!!! Iblis Pun Menyerah Kepada Orang-Orang Yang Ikhlas...

Referensi

  • Hasil Khutbah Jum'at di Masjid Bapeten Jakarta, 13 September 2013
  • http://muslim.or.id/al-quran/tafsir-surat-al-fatihah.html
  • http://www.dakwatuna.com/2010/11/01/9768/tafsir-surat-al-ikhlash/#axzz2emYRhMX5
  • http://aboeghifary.wordpress.com/2012/12/17/renungan-dari-kisah-3-orang-yang-diseret-ke-neraka/
  • http://wahdah.or.id/buletin-al-fikrah/menjadi-hamba-yang-ikhlas.html

Komentar

Norman mengatakan…
Terima kasih nasehatnya Saudaraku
Berlinang air mata ini memmbacanya
Betapa berat menjadi org yg tidak ada sombong sekecil apapun dalam hatinya.
Apapun pujian atau niat baik, usahakn ucapkan hamdalah dgn memahami artinya, yaitu Segala pujian hanya milik Allah. Jadi tdk ada puji utk kita sama sekali.

Saya doakan semoga Anda juga bisa berjuang menjadi seorang yg mukhlisin.
ALhamdulilaaah