Jadi Pemustaka Saja

Suatu saat saya akan mundur jadi pustakawan. Tapi, entah kapan. Mungkin, untuk saat ini saya lebih tertarik menjadi pemustaka. 

Ya, memang sih. Menjadi pustakawan bisa sekaligus menjadi pemustaka. Toh, hingga sekarang saya masih menjadi pemustaka Perpustakaan Nasional juga pemustaka Perpustakaan Umum Tangerang Selatan. Walaupun, entah masih diakui menjadi anggota atau tidak karena sudah kadaluarsa.


Lalu kenapa saya ingin menjadi pemustaka dibanding pustakawan? Gak ada alasan yang spesifik sih. Tapi, terus terang saya menikmati sebagai pemustaka ketika sedang studi S2 di Jogja. Disitu, secara struktur organisasi saya benar-benar off menjadi pustakawan karena tugas belajar. 

Nah, disitu saya menikmati menjadi pemustaka yang bebas, senang menikmati fasilitas perpustakaan kampus. Sampai-sampai setiap hari saya datang ke perpustakaan kampus. Tapi, setiap hari datang bukan karena ada internet loh ya. Itu alasan kesekian. Lagipula, toh harga paket internet juga murah. 

Mundur sebagai seorang pustakawan disini, mungkin dilihat dari struktur organisasi. Kalaupun saya mau jadi pustakawan, maka saya akan memilih secara sosial saja, tanpa gaji. Mungkin ini lebih tepatnya pustakawan tanpa nama, tanpa status, bebas, sukarelawan, tapi bukan pegiat literasi ya! Berat itu! Pokoknya jadi pemustaka saja.

Oh iya, iseng saja, apa bedanya 'rasa' menjadi pustakawan dan pemustaka? Pemustaka kalau tidak baca, ya gak malu. Santai saja. Tapi, pustakawan kalau gak baca, benar-benar keterlaluan. Makanya berat!

Pamulang, 10 Juni 2020







Komentar