Praktik Menyusun Literatur Sekunder Direktori dan Ini dia Contohnya

Menyusun literatur sekunder berupa direktori tercetak/elektronik, itulah salah satu pekerjaan pustakawan muda yang tercantum dalam Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional RI Nomor 11 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya.

Berapa nilainya? 0,013/cantuman. Pekerjaan tersebut merupakan unsur pelayanan perpustakaan dan sub unsur pelayanan teknis. Nah permasalahannya, saya sendiri belum pernah menyusun literatur sekunder berupa direktori misalnya katakanlah khusus dunia pengawasan ketenaganukliran.

Atas hal itu, saya pun mencoba praktik menyusun literatur sekunder berupa direktori elektronik berformat pdf. Kira-kira seperti apa ya? Kendati contoh di internet bejibun, terutama pada website IAEA, tapi tidak ada salahnya apabila saya baca-baca lagi referensi terkait hal itu.

Literatur Sekunder Direktori

Kebetulan, Perpustakaan Nasional pernah menerbitkan Pedoman Penyusunan Literatur Sekunder 2016. Teman-tema pustakawan, silakan unduh disini bagi yang ingin membacanya.

Dalam penyusunan literatur sekunder yang saya buat, kemungkinan tidak sepenuhnya seperti dalam pedoman tersebut. Akan tetapi, saya susun berupa list saja berdasarkan abjad. Sederhana, hanya alamat link websitenya saja. Gak perlu ribet-ribetkan? He...he...

Lagipula direktori literatur sekunder khusus pengawasan ketanaganukliran di dunia banyak tersedia juga di website IAEA. Nah,yang harus saya buat adalah kira-kira yang belum tersedia saja.

Contoh  Literatur Sekunder Direktori 

Sejatinya dalam praktik menyusun literatur  sekunder direktori sih mudah, tapi yang lama adalah prosesnya. Bisa berhari-hari untuk mencari informasi dan verifikasinya. Contoh literatur sekunder direktori yang telah saya susun bisa dilihat disini.

Oh iya, jujur sebenarnya saya membuat literatur sekunder berupa direktori pengawasan ketenaganukliran ini agak ragu sih. Sebab, pemustaka sepertinya sudah banyak yang mandiri dalam pencarian infomasinya. Apalagi ketika saya melakukan kajian di tahun 2017 terkait perilaku informasi pemustaka perpustakaan tempat saya bekerja. Bagi mereka hadirnya internet adalah pintu ajaib kemandiriannya itu.

Tapi, biarlah tetap harus saya buat. Saya tidak muluk-muluk dengan apa yang saya buat bermanfaat untuk pemustaka. Ya, setidaknya minimal bermanfaat buat saya pribadi. Biasa, point angka kredit. Biarlah dikatakan egois dan tak idealis karena saya memang masih pustakawan apa adanya. Ups...

Salam,
Pustakawan Blogger

Komentar

Unknown mengatakan…
Terima kasih atas share informasinya