Jangan Sok Tahu! Apalagi Hingga Berprasangka Buruk!

"Seringkali penyakit hati singgah tanpa terasa dan kamu menyukainya"
Hati-hati dengan berprasangka buruk (suudzon). Nasehat seperti itu rasa-rasanya sudah sering kita dengar baik dari kawan, guru, khatib, ustad, orang tua, motivator, dan siapa saja yang masih peduli dengan kebaikan.

Ini pengalaman sendiri, kendati nasihat itu sering saya dengarkan, tapi toh seringkali juga saya lalai. Masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Mungkin ada benarnya juga, itulah sebabnya mengapa kebaikan itu harus disampaikan berulang-ulang agar tertanam kuat dalam benak pikiran seseorang. Ibarat smartphone yang kehabisan daya baterainya, maka yang harus dilakukan adalah segera me-recharge ulang kembali agar terus bisa hidup.

Kejadian yang saya alami sebenarnya sudah lama. Menjelang bulan puasa tahun lalu.  Saya ingin menuliskannya dikarenakan sholat Jum'at kemarin, baru melihat kembali pemuda itu. Sehingga mengingatkan rasa bersalahku yang dulu.

Kesombongan akan meruntuhkan segala kebaikanmu

Saat itu saya akan sholat maghrib. Ketika iqomah saya baru datang dan melihat ada seorang pemuda yang sedang duduk di belakang dekat pintu masuk masjid. Ia duduk santai sembari melihat para jemaah yang baru datang. Setiap jemaah yang baru datang, sang pemuda tersebut selalu lemparkan senyum.

Sekilas saya pandangi pemuda itu. Lalu, pemuda tersebut melempar senyum kepada saya yang akan memasuki masjid. Tapi, saya tidak menimpali karena saat itu, yang ada dalam benak pikiran saya adalah "ngapain sih nih orang uda iqomah, kok malah duduk santai, gak bergegas masuk dalam barisan jemaaah sholat. Parah nih orang", pikir saya saat itu.

Usai sholat maghrib dan dzikir para jemaah selesai, sang imam tiba-tiba mengumumkan di depan para jemaah. Sang imam mengatakan bahwa mohon para jemaah jangan pulang dulu untuk menjadi saksi bahwa hari ini, Alhamdulillah ada saudara baru kita yang akan masuk Islam.

Mendengar pengumuman dari sang imam, seketika saya terkejut bukan kepalang. Entah kenapa, secara otomatis pikiran saya langsung tertuju pada sang pemuda tadi yang sedang duduk santai dibelakang. Seketika saya lemas, mati rasa, gundah. Kok bisa-bisanya saya sudah berprasangka buruk kepada sang pemuda itu. Saya merasa bersalah, ketika sang pemuda melemparkan senyum, toh saya tidak membalasnya. Saya malah justru berpikir jelek kepadanya.

Nasihat Pribadi
Apa yang menjadi bahan pelajaran dari kejadian itu? Ada dua hal yang saya garis bawahi, tentunya ini sebagai nasihat pribadi. Pertama, Seharusnya saya tidak cepat berprasangka buruk kepada orang lain. Apa yang saya lihat pada dasarnya, tidak selalu dengan apa yang saya pikirkan. Inilah yang harus saya perbaiki agar lebih berhati-hati lagi. Sungguh manusia itu lemah penuh ketidaktahuan. Mudah menghakimi seseorang dengan perasaan sendiri tanpa mencari lebih tahu dulu akan membuat terjerembab dalam jurang kesalahan dan penyesalan. Kedua, saya menjadi manusia sombong yang seharusnya hanya milik sang pencipta. Betapa tidak, saya menganggap diri sendiri tahu dan dalam benak pikiran saya terselip sifat kesombongan dengan menonjolkan kebaikan kendati itu di ucapkan dalam hati.

Namun demikian, disisi lain dengan peristiwa tersebut membuat saya bersyukur karena mendapatkan hikmah agar selalu lebih berhati-hati lagi. Toh, walaupun dalam kehidupan sehari-hari juga sering mengalami penyakit hati tanpa sadar seperti berprasangka buruk ini, akan tetapi kejadian yang ini membuat saya selalu terngiang hingga sekarang. Bahkan, ketika saya melihat sang pemuda itu sholat Jum'at minggu kemarin, saya jadi teringat kembali dan rasa bersalah itu muncul kembali. Saya bersyukur, peristiwa itu terus menjadi pengingat.

Di akhir ketika sang pemuda selesai mengucapkan kalimat syahadat dan nasihat dari sang imam, para jemaah laki-laki pun berduyun-duyun mengucapkan selamat sembari bersalam-salaman. Ada yang berpelukan. Saya tentu tidak ketinggalan, bersalaman dengan melemparkan senyum. Senyum ikhlas untuk menebus kesalahan karena telah berprasangka buruk kepadanya. "Selamat datang wahai saudaraku, engkau bagaikan bayi yang baru terlahir kembali".

Sungguh manusia itu lemah, hanya sang penciptalah yang maha tahu. Oleh karenanya, jangan sok tahu! apalagi hingga berprasangka buruk! Nauzu billahi min zalik.

Sendowo-YK, 26 Feb 2017
Salam,
Pustakawan Blogger

Komentar