Mengenal Pemikiran Charles Sanders Peirce Tentang Semiotika
Dokumentasi kuliah kali ini adalah tentang Semiotika lagi. Jika sebelumnya di blog ini saya mendokumentasikan tentang analisis film dengan menggunakan Roland Barthes, maka kali ini dengan teorinya Charles Sanders Peirce. Namun, akan saya bagi menjadi dua pembahasan. Pertama, mengenal terlebih dahulu dari pemikiran Peirce tentang semiotika dan kedua, contoh iklan surat kabar yang dianalisis dari teori Peirce. Untuk posting kali ini dikhususkan untuk yang pertama. Sedangkan yang kedua akan diposting selanjutnya. Berikut uraian singkatnya:
Siapa Charles Sanders Peirce?
Dibandingkan sebagai seorang ilmuwan dibidang matematika dan fisika, Charles Sanders Peirce nyatanya lebih terkenal sebagai seorang filsuf dan ahli semiotika. Tulisannya memang banyak dan bukan hanya mencakup ilmu-ilmu yang bersifat eksak atau ilmu pasti melainkan juga mencakup ilmu-ilmu sosial. Salah satu tulisannya yang terkenal dengan sistem filsafatnya, yakni pragmatisme. Konsep inilah yang akhirnya mempengaruhi terhadap karyanya mengenai semiotika kontemporer.
Peirce lahir di Cambridge, Massachusetts pada tahun 1839. Ia meninggal di Milford, Pennsylvania pada tanggal 19 April 1914. Peirce lulus sebagai seorang sarjana kimia pada tahun 1863 di Harvard. Kemudian dia mengajar mengenai logika dan filsafat di Universitas John Hopkins dan Harvard juga. Kurang lebih dia mengajar selama tiga puluh dua tahun antara 1859 hingga 1891. Salah satu tugas terakhirnya adalah ia melakukan percobaan dalam pengukuran intensitas dari medan gravitasi bumi dengan cara menggunakan pendulum berayun. Tidak hanya itu, ia juga mengembangkan sistem logika yang diciptakan oleh ahli matematika dari Inggris yaitu George Boole (1815-1864). Terkait semiotika, Charles Sanders Peirce merupakan tokoh yang mengembangkan ilmu semiotika di Amerika Serikat.
Pragmatisme dan Semiotika Charles Sanders Peirce
Sistem filsafat dari Charles Sanders Peirce mengenai pragmatisme mengungkapkan bahwa dalam sistem tersebut signifikasi sebuah teori atau model terletak pada efek praktis penerapannya. Model tanda yang dibangunnya menjadi sangat berpengaruh, dan membentuk sebagian karya kontemporer mengenai semiotika kontemprorer (Marcel Danesi, 2011). Pierce menyebut ilmu yang dibangunnya dengan dengan sebutan semiotika (semiotics)
Berbicara mengenai semiotics, maka kita bisa melihat pengertiannya baik secara etimologis maupun terminologis. Secara etimologis semiotik berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbagun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Sedangkan secara terminologis, semiotics dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan tanda (Eco, 1979:6 &16, dalam Alex Sobur, 2002). Tidak berbeda jauh dengan Charles Sanders Peirce yang mendefinisikan semiotika sebagai studi tentang tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya, yakni cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan penerimaanya oleh mereka yang mempergunakannya (Van Zoest, 1978, dalam Rusmana, 2005 dalam Nawiroh, 2014).
Jika membandingkan dalam semiotika Saussure yang menawarkan konsep dyadic, maka dalam konsep Pierce menawarkan model dengan apa yang disebut triadic dan konsep trikonominya yang terbagi menjadi tiga, yakni sebagai berikut:
Model gambar diatas seringkali disebut juga sebagai teori segitiga makna (triangle meaning semiotics). Menurut Nawiroh Vera (2014), dalam pandangan Pierce, fungsi tanda merupakan proses konseptual yang akan terus berlangsung dan tak terbatas. Kondisi tersebut dinamakan “semiosis tak terbatas”, yaitu rantai makna-keputusan oleh tanda-tanda baru menafsirkan tanda sebelumnya atau seperangkat tanda-tanda).
Proses tersebut tidak ada awal dan tidak ada akhir karena semuanya saling berhubungan. Selanjutnya salah satu bentuk tanda (sign) adalah kata. Sedangkan sesuatu dapat disebut representamen (tanda) apabila memenuhi dua syarat diantaranya adalah pertama, bisa dipersepsi, baik dengan panca-indera maupun dengan pikiran atau perasan. Kedua, berfungsi sebagai tanda (mewakili sesuatu yang lain). Disisi lain Interpretant bukanlah penginterpretasi atau penafsir (walaupun keduanya kadang jala tumpang tindih dalam teori Pierce). Interpretant adalah apa yang memastikan dan menjamin validitas tanda, walaupun penginterpretasi tidak ada. Interpretant adalah apa yang diproduksi tanda di dalam kuasa pikiranlah yang jadi penginterpretasi; namun dia juga dapat dipahami representamen. Menurut Umberto Eco (2011) hipotesis yang paling baik adalah yang memandang interpretant sebagai representasi yang lain yang dirujukan kepada objek yang sama. Dengan kata lain, untuk menentukan apakah yang jadi interpretant sebuah tanda, yang harus dilakukan adalah menamai interpretant itu dengan tanda lain yang juga memiliki interpretan lain yang harus dinamai dengan tanda lain dan begitu seterusnya (Umberto Eco, 2011:29).
Masih pada gambar diatas, bahwa objek merupakan sesuatu yang dirujuk oleh representament (tanda). Hal tersebut bisa berupa materi yang tertangkap panca-indera atau juga bersfat mental dan imajiner. Sedangkan interpretant merupakan sebuah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk tanda (X=Y). Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak sesorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut (Nawiroh, 2014).
Dua hal yang perlu diperhatikan ketika akan menganalisis dengan menggunakan teori Charles Sanders Peirce adalah pertama, hendaknya penggunaan teori harus disesuaikan dengan pemahamannya masing-masing. Kedua, jika hanya menganalisis tanda-tanda yang tersebar dalam pesan komunikasi maka, dengan tiga jenis dari Pierce, yakni representamen, obyek dan interpretant sudah bisa diketahui hasilnya. Namun, apabila melakukan analisis yang lebih mendalam, maka harus menggunakan semua tingkatan tanda dari trikonomi pertama hingga ketiga. Lantas seperti apa trikonomi dari teori semiotika Pierce ini? Karena sejatinya titik sentral dari teori pemikiran Pierce tersebut adalah pada trikonomi dengan tiga tingkat dan sembilan sub-tipe tanda. Berikut tabelnya:
Perkembangan dan Pemanfaatan Teori Semiotika Charles Sanders Peirce
Siapa Charles Sanders Peirce?
Dibandingkan sebagai seorang ilmuwan dibidang matematika dan fisika, Charles Sanders Peirce nyatanya lebih terkenal sebagai seorang filsuf dan ahli semiotika. Tulisannya memang banyak dan bukan hanya mencakup ilmu-ilmu yang bersifat eksak atau ilmu pasti melainkan juga mencakup ilmu-ilmu sosial. Salah satu tulisannya yang terkenal dengan sistem filsafatnya, yakni pragmatisme. Konsep inilah yang akhirnya mempengaruhi terhadap karyanya mengenai semiotika kontemporer.
Peirce lahir di Cambridge, Massachusetts pada tahun 1839. Ia meninggal di Milford, Pennsylvania pada tanggal 19 April 1914. Peirce lulus sebagai seorang sarjana kimia pada tahun 1863 di Harvard. Kemudian dia mengajar mengenai logika dan filsafat di Universitas John Hopkins dan Harvard juga. Kurang lebih dia mengajar selama tiga puluh dua tahun antara 1859 hingga 1891. Salah satu tugas terakhirnya adalah ia melakukan percobaan dalam pengukuran intensitas dari medan gravitasi bumi dengan cara menggunakan pendulum berayun. Tidak hanya itu, ia juga mengembangkan sistem logika yang diciptakan oleh ahli matematika dari Inggris yaitu George Boole (1815-1864). Terkait semiotika, Charles Sanders Peirce merupakan tokoh yang mengembangkan ilmu semiotika di Amerika Serikat.
Pragmatisme dan Semiotika Charles Sanders Peirce
Sistem filsafat dari Charles Sanders Peirce mengenai pragmatisme mengungkapkan bahwa dalam sistem tersebut signifikasi sebuah teori atau model terletak pada efek praktis penerapannya. Model tanda yang dibangunnya menjadi sangat berpengaruh, dan membentuk sebagian karya kontemporer mengenai semiotika kontemprorer (Marcel Danesi, 2011). Pierce menyebut ilmu yang dibangunnya dengan dengan sebutan semiotika (semiotics)
Berbicara mengenai semiotics, maka kita bisa melihat pengertiannya baik secara etimologis maupun terminologis. Secara etimologis semiotik berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbagun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Sedangkan secara terminologis, semiotics dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan tanda (Eco, 1979:6 &16, dalam Alex Sobur, 2002). Tidak berbeda jauh dengan Charles Sanders Peirce yang mendefinisikan semiotika sebagai studi tentang tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya, yakni cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan penerimaanya oleh mereka yang mempergunakannya (Van Zoest, 1978, dalam Rusmana, 2005 dalam Nawiroh, 2014).
Jika membandingkan dalam semiotika Saussure yang menawarkan konsep dyadic, maka dalam konsep Pierce menawarkan model dengan apa yang disebut triadic dan konsep trikonominya yang terbagi menjadi tiga, yakni sebagai berikut:
- Representamen, yakni bentuk yang diterima oleh tanda atau berfungsi sebagai tanda (Saussure menamakannya signifier). Representamen kadang diistilahkan juga menjadi sign.
- Interpretant, yakni bukan penafsir tanda, akan tetapi lebih merujuk pada makna dari tanda.
- Object, yakni sesuatu yang merujuk pada tanda. Sesuatu yang diwakili oleh representamen yang berkaitan dengan acuan. Object data berupa representasi mental (ada dalam pikiran), dapat juga berupa sesuatu yang nyata di luar tanda. (Peirce, 1931 & Silverman, 1983, dalam Cahndler, dalam Nawiroh Vera, 2014).
Model gambar diatas seringkali disebut juga sebagai teori segitiga makna (triangle meaning semiotics). Menurut Nawiroh Vera (2014), dalam pandangan Pierce, fungsi tanda merupakan proses konseptual yang akan terus berlangsung dan tak terbatas. Kondisi tersebut dinamakan “semiosis tak terbatas”, yaitu rantai makna-keputusan oleh tanda-tanda baru menafsirkan tanda sebelumnya atau seperangkat tanda-tanda).
Proses tersebut tidak ada awal dan tidak ada akhir karena semuanya saling berhubungan. Selanjutnya salah satu bentuk tanda (sign) adalah kata. Sedangkan sesuatu dapat disebut representamen (tanda) apabila memenuhi dua syarat diantaranya adalah pertama, bisa dipersepsi, baik dengan panca-indera maupun dengan pikiran atau perasan. Kedua, berfungsi sebagai tanda (mewakili sesuatu yang lain). Disisi lain Interpretant bukanlah penginterpretasi atau penafsir (walaupun keduanya kadang jala tumpang tindih dalam teori Pierce). Interpretant adalah apa yang memastikan dan menjamin validitas tanda, walaupun penginterpretasi tidak ada. Interpretant adalah apa yang diproduksi tanda di dalam kuasa pikiranlah yang jadi penginterpretasi; namun dia juga dapat dipahami representamen. Menurut Umberto Eco (2011) hipotesis yang paling baik adalah yang memandang interpretant sebagai representasi yang lain yang dirujukan kepada objek yang sama. Dengan kata lain, untuk menentukan apakah yang jadi interpretant sebuah tanda, yang harus dilakukan adalah menamai interpretant itu dengan tanda lain yang juga memiliki interpretan lain yang harus dinamai dengan tanda lain dan begitu seterusnya (Umberto Eco, 2011:29).
Masih pada gambar diatas, bahwa objek merupakan sesuatu yang dirujuk oleh representament (tanda). Hal tersebut bisa berupa materi yang tertangkap panca-indera atau juga bersfat mental dan imajiner. Sedangkan interpretant merupakan sebuah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk tanda (X=Y). Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak sesorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut (Nawiroh, 2014).
Dua hal yang perlu diperhatikan ketika akan menganalisis dengan menggunakan teori Charles Sanders Peirce adalah pertama, hendaknya penggunaan teori harus disesuaikan dengan pemahamannya masing-masing. Kedua, jika hanya menganalisis tanda-tanda yang tersebar dalam pesan komunikasi maka, dengan tiga jenis dari Pierce, yakni representamen, obyek dan interpretant sudah bisa diketahui hasilnya. Namun, apabila melakukan analisis yang lebih mendalam, maka harus menggunakan semua tingkatan tanda dari trikonomi pertama hingga ketiga. Lantas seperti apa trikonomi dari teori semiotika Pierce ini? Karena sejatinya titik sentral dari teori pemikiran Pierce tersebut adalah pada trikonomi dengan tiga tingkat dan sembilan sub-tipe tanda. Berikut tabelnya:
Untuk masing-masing pengertian dari tiga trikonomi diatas adalah sebagai barikut:
(1) Trikotomi pertama:
- Qualisign adalah tanda yang menjadi tanda berdasarkan sifatnya. Misalnya sifat warna merah adalah qualisign, karena dapat dipakai tanda untuk menunjukan cinta, bahaya atau larangan.
- Sinisgn adalah tanda-tanda yang menjadi tanda berdasarkan bentuk atau rupanya di dalam kenyataan. Semua ucapan yang bersifat individual bias merupakan sinisgn. Misalnya suatu jeritan,dapat berarti heran, senang, atau kesakitan.
- Legisign adalah tanda yang menjadi tanda berdasarkan suatu peraturan yang berlaku umum, suatu konvensi, suatu kode. Misalnya rambu-rambu lalu lintas ketika merah harus berhenti, kuning harus hatt-hati dan hijau diperkenankan untuk jalan.
(2) Trikotomi kedua:
- Ikon adalah tanda yang meyerupai benda yang diwakilinya atau suatu tanda yang menggunakan kesamaan atau cirri-ciri yang sama dengan apa yang dimaksudkannya. Misalnya kesamaan sebuah peta dengan wilayah geografis yang digambarkannya foto, dan lain-lain.
- Indeks adalah tanda yang sifat tandanya tergantung pada keberadaanya suatu denotasi, sehingga dalam terminologi Pierce merupakan suatu secondness. Misalnya tanda asap dengan api, penunjuk jalan, tanda penunjuk angin.
- Simbol adalah suatu tanda, dimana hubungan tanda dan denotasinya ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku umum atau dtentukan oleh suatu kesepakatan bersama (konvensi). Misalnya tanda-tanda kebahasaan adalah symbol.
(3) Trikotomi ketiga:
- Rhema, bilamana lambang tersebut interpretannya adalah sebuah first dan makna tanda tersebut masih dapat dikembangkan.
- Decisign, bilamana antara lambang itu dan interpretannya terdapat hubungan yang benar adan(merupakan secondness)
- Argument, bilama suatu tanda dan interpretannya mempunyai sifat yang berlaku umum (merupakan thirdness). (Nawiroh, 2014: 23)
Perkembangan dan Pemanfaatan Teori Semiotika Charles Sanders Peirce
Antara Peirce dan Saussure, keduanya memang sama-sama tokoh Semiotika. Saussure di Eropa dan Pierce di Amerika Serikat. Jika Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya, yakni semiologi (semiology), maka Pierce menyebutnya sebagai semiotika (semiotics). Namun, pada dasarnya inti dari keduanya memiliki makna kurang lebih sama. Akan tetapi, dalam perkembangannya istilah semiotika dari Pierce lebih popular jika dibandingkan istilah semiologi yang di gagas Saussure. Kendati demikian, Saussure memiliki teori yang dikembangkan oleh Roland Barthes. Teori semiotik Barthes hampir secara harfiah diturunkan dari teori bahasa menurut Saussure dan hingga sekarang lebih popular.
Selanjutnya Roland Barthes yang memakai pendekatan Saussure telah melakukan modifikasi dan menerapkannya pada praktek kebudayaan pop dengan maksud dapat menunjukan bagaimana peristiwa-peristiwa tersebut membentuk makna. Istilah tersebut dikenal dengan sebutan mitologi Roland Barthes. (Barker, 2004: 72). Walaupun jika dibandingkan dengan Roland Barthes, teori semiotika Charles Sanders Pierce memang tampak sederhana. Akan tetapi, teori Roland Barthes lebih popular dibanding Pierce. Pada kenyataanya misalnya di dunia akademik UGM, teori Roland Barthes lebih banyak digunakan. Hal ini dibuktikan pada katalog online tesis dan disertasi di Perpustakaan UGM. Teori Charles Sanders Pierce hanya ada satu yang memanfaatkannya yaitu pada disertasi dengan judul Filsafat Tanda Charles Sanders Peirce Dalam Perspektif Filsafat Analitis Dan Relevansinya Bagi Budaya Kontemporer Di Indonesia yang ditulis oleh Rizal Mustansyir. Berbeda dengan Roland Barthes, kurang lebih ada 18 tesis dan disertasi yang memanfaatkan teorinya.
Menurut Nawiroh (2014) Pierce telah mengidentifikasi 66 tanda yang berbeda, akan tetapi yang sering digunakan dalam analisis semiotika adalah pada trikotomi kedua yaitu ikon, indeks dan simbol. Berikut tabel dari ketiganya:
Referensi
- Barker, Chris.2004.Cultural Studies: Teori dan Praktek. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
- Danesi, Marcel.2010. Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra.
- Eco, Umberto.2011.Teori Semiotika: Signifikasi Komunikasi, Teori Kode, serta Teori Produksi-Tanda.Yogyakarta: Kreasi Wacana.
- Sobur, Alex.2002.Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana , Analisis Semiotik, dan Analisis Framing.Bandung: Remaja Rosda Karya.
- Vera, Nawiroh. 2014. Semiotika Dalam Riset Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Salam,
Pustakawan Blogger
Posting Komentar untuk "Mengenal Pemikiran Charles Sanders Peirce Tentang Semiotika"