Ketika Atasan Marah

“Orang yang hebat bukanlah orang yang sering menang dalam perkelahian. Namun orang hebat adalah orang yang bisa menahan emosi ketika marah.” (Bukhari 6114 & Muslim 2609)
Menjadi pegawai atau karyawan di sebuah perusahaan atau instansi pemerintah tentu memiliki jenjang hirarkis dari mulai atasan hingga bawahan.  Hal ini adalah wajar mengingat dalam organisasi itu diperlukan sistem pembagian kerja sesuai dengan jabatan yang diembanya sehingga tujuan yang hendak dicapai dapat terwujud dengan baik.

Ketika Atasan Marah
Saya sendiri pernah bekerja di sektor swasta dan pemerintah. Untuk saat ini, tepatnya sebagai seorang PNS. Sebagai seorang yang pernah mengalami di dua dunia kerja sekaligus, baik sektor swasta maupun pemerintah, saya selalu menemukan hal biasa yang saya yakin bukan hanya diriku yang mengalaminya. Apa itu? Yakni dimana situasi ketika atasan marah.

Biasanya ada alasan-alasan tertentu kenapa atasan kita marah. Bisa karena kita sebagai bawahan yang kerjanya kurang bagus, bisa juga karena memang ada masalah dikeluarganya sehingga terbawa ke kantor atau bahkan karena memang sudah wataknya yang pemarah. Semua kemungkinan itu pasti ada. Entah dari faktor internal maupun eksternal.

Sejatinya, seorang bawahan itu tentu mendambakan seorang atasan yang penyabar alias tidak mudah marah. Ketika dalam dunia pekerjaan, seorang bawahan yang tidak kuat dalam tekanan, maka saya yakin dia akan bekerja tidak maksimal karena dibayangin rasa takut dan was-was. Memang, tidak semuanya demikian karena ada tipe bawahan yang cuek dengan semuanya itu. Dia tidak peduli dengan atasan yang selalu menekannya. Dia tidak peduli dengan atasanya yang memarahinya. Bisa dibilang pokoknya masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Tipe pekerja ini biasanya ada pada seorang pekerja laki-laki, dimana semuanya tidak dimasukan ke dalam hati. Dia menganggap hal yang sepele. Bahkan ada juga yang lebih berani melawan dengan alasan-alasan yang dibuatnya.

Bekerja dengan atasan yang suka marah akan membuat para bawahan tidak nyaman. Dampaknya tentu akan besar sekali. Misalnya saja ia akan kurang bersemangat kerja. Sehingga seringkali inginya tidak masuk kerja. Dampak lainya misalnya membuat para bawahan akan susah untuk berkomunikasi secara terbuka. Kemudian, bisa juga berakibat pada matinya kreatifitas bawahan karena otak dan pikirannya merasa tertekan dan selalu ketakutan.

Bagaimana Mengatasinya?
Pengalamanku dulu ketika baru masih menjadi CPNS, saya pernah dipimpin oleh seorang kepala yang benar-benar pemarah. Bisa dikatakan sering marah hanya karena hal yang sepele. Kadang dengan alasan yang tak masuk akal. Bahkan hingga nama-nama kebun binatangpun sering  terlontar dengan mudahnya. Bagi pegawai yang penakut, kondisi demikian tentu akan  mempengaruhi psikologisnya. Dalam dunia militer, situasi tersebut  tentu akan tampak biasa. Akan tetapi, dalam dunia sipil, maka dampaknya tentu akan sangat berpengaruh pada produktivitas kerja pegawai.

Mengatasi atasan yang pemarah harus memiliki strategi jitu. Pertama, kita harus tahu dulu mengapa atasan bisa marah. Coba analisis, kenapa demikian? Apabila hanya karena sebuah pekerjaan yang tidak becus, maka selayaknya kita sudah tahu dengan apa yang harus kita lakukan. Yakni, sebisa mungkin bekerja dengan baik dan penuh tanggung jawab.

Akan berbeda jika atasan marah tanpa sebab misal diluar pekerjaan kantor, tentu ada faktor internal yang melingkupinya. Sebagai contoh karena ada masalah dalam keluarganya. Ini seringkali terjadi pada atasan yang tidak bisa mengendalikan emosi tempramennya. Pada akhirnya orang-orang disekeliling kita yang akan menjadi korban kemarahannnya.

Langkah kedua, pelajari sifat, watak, atau lainya yang sudah menjadi karakteristik atasan. Jika kita sudah mengetahui celahnya, maka ini akan dengan mudah hal-hal apa saja yang harus kita lakukan. Setiap atasan itu memiliki karakteristik dan pembawaan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, ada juga lho atasan yang karena hal sepele tiba-tiba saja marah. Misalkan ada sang office boy yang memberikan minuman teh terlalu manis.

Langkah ketiga, bersikaplah selalu tenang dengan penuh percaya diri. Misalkan ketika atasan anda sedang memarahi. Coba dengarkan dengan seksama. Tak perlu takut apalagi hingga terkejut. Santai saja. Dengarkan apa maunya. Ketika marahnya sudah reda, silahkan jawab dengan pembelaan kita, jikaalau memang diperlukan. Akan tetapi, jika dirasa tak perlu pembelaan diri, sebaiknya kita diam. Mengapa? Karena orang yang sedang marah lantas kita jawab dengan bahasa yang tidak mau kalah pula, maka kemarahannya akan makin meluap-luap. Semakin tak terkontrol karena tidak memakai logika berpikir lagi. Sebaiknya kita kedepankan menjadi pendengar setia. Anggap saja mendengarkan radio butut yang suaranya tak jelas.

Langkah keempat, coba kita posisikan sebagai air. Anggap saja atasan kita sebagai api. Tips ini sebenarnya pernah saya ulas dalam kehidupan berumah tangga (baca: Filosofi Api dan Air Dalam Keluarga). Atasan marah layaknya api. Sedangkan kita sebagai air yang harus bisa "mengadem-ademi". Bila perlu siramkan agar api itu padam. Jika kita mampu bisa memadamkan api tersebut, maka saya ucapkan selamat karena anda adalah orang yang hebat.

Keempat langkah diatas adalah berdasarkan pengalamanku selama bekerja, baik di dunia swasta maupun pemerintah. Marah adalah suatu hal yang biasa. Menurut hemat saya, mempunyai atasan yang setiap harinya suka marah-marah itu adalah suatu hal yang tak aneh. Lama-kelamaan kita akan menjadi terbiasa. Justru saya akan menjadi beban pikiran ketika mempunyai atasan yang terbiasa sabar dan tak pernah marah, namun tiba-tiba dia marah. Inilah yang kadang-kadang membuat pikiran tak tenang. Bagaimana dengan anda? Punya pengalaman dengan seorang atasan yang suka marah-marah? Bersabar ya?..

Salam pustakawan blogger

Komentar

Unknown mengatakan…
Menarik sekali artikelnya.
Saya sudah bekerja disebuah perusahaan swasta selama 8 bulan ini dan kami juga memiliki atasan yg seringkali marah. Yang saya amati slama ini ketika saya dan teman2 dimarahi, saya merasa ada smacam mekanisme pertahanan diri yang membuat diri kita cenderung mengabaikan apa2 yang diucapkan oleh atasan. sehingga perintah yang diucapkan tidak dilakukan dengan senang hati, apa secara psikologis itu benar yaa ?....