Perpustakaan Dalam Memoriku Selama S3
Jika diingat-ingat dalam memoriku, kapan ya saya mulai mengenal istilah perpustakaan? Saat TK sepertinya saya belum mengenal persis apa itu perpustakaan. Kalau SD sepertinya saya sudah mengenalnya tepatnya mulai kelas dua. Perpustakaan SD yang saya ingat adalah ruangannya bercampur dengan ruang kesenian. Saya ingat betul ada banyak kumpulan angklung bambu yang berderet berlawanan dengan koleksi buku. Untuk rak-rak buku hanya menggunakan bambu yang ditempelkan ditembok. Jadi, raknya masih sangat sederhana dengan sandarannya memanfaatkan tembok. Memang irit sih, tapi saya tidak tahu, apakah pada saat itu memang karena belum mampu untuk membeli rak atau memang karena yang penting ada perpustakaan dengan rak alakadarnya.
Lantas, bagaimana dengan koleksinya? Seingatku sih kebanyakan buku-buku paket sekolah. Satu yang masih tersimpan kuat dalam memoriku tentang koleksi perpustakaan SD adalah saya membaca buku tentang seluk-beluk kayu yang bisa dijadikan kertas. Itulah pengetahuan pertamaku yang serasa tidak percaya bahwa ternyata kertas itu terbuat dari kayu. Enam tahun bergelut dengan sekolah dasar hanya tentang kayu dan kertaslah yang saya paling ingat hingga sekarang. Selebihnya saya benar-benar tidak ingat lagi tentang kenangan perpustakaan di tingkat SD.
Selain SD, saat sore saya juga mengikuti sekolah madrasah ibtidaiyah (MI). Jadi selepas pulang sekolah negeri langsung berangkat lagi ke sekolah madrasah. Saya menyebutnya sekolah dasar agama Islam. Di sekolah madrasah ini sama sekali saya tidak memiliki kenangan perpustakaan karena memang tidak ada perpustakaannya. Saya membayangkan, untuk saat ini betapa indahnya seandainya sekolah MI dikampungku telah menyediakan ruang khusus perpustakaan yang berisi banyak koleksi buku-buku pendidikan agama Islam. Semoga..
Menginjak SMP, sedikit saya ingat mengenai perpustakaan. Dua hal yang membekas dalam memoriku adalah pertama, ketika harus mengerjakan tugas oleh guruku misalnya Bahasa Indonesia. Disana tersedia banyak sekali buku paket sekolah dan hanya memang koleksi buku-buku seperti itulah yang tersedia. Selebihnya tidak ada. Bisa dikatakan dalam satu rak itu berjajar buku yang hampir semuanya sama. Dapat dibayangkan, betapa bosannya berada diperpustakaan karena hanya berisi buku-buku paket sekolah. Kedua, selama istirahat saya tidak pernah mengunjungi perpustakaan SMP. Alasannya adalah karena tidak ada guru yang menyinggung pentingnya perpustakaan dan karena memang bukunya berisi buku paket semua. Oleh sebab itu, inilah pentingnya peran guru sembari mengajar agar jangan lupa untuk memberitahukan pentingnya mencari informasi diperpustakaan. Memang, sekarang ini dengan adanya internet seringkali dijadikan alasan untuk pencarian informasi yang lebih cepat. Namun, harus diingat. Semua yang ada di internet itu perlu adanya cek dan ricek karena disana setiap orang akan dengan mudahnya menjadi provider informasi tanpa ada yang memverifikasi. Nah, tugas guru-gurulah untuk membimbing mereka untuk memanfaatkan sumber informasi dengan benar salah satunya pemanfaatan perpustakaan dan internet sehat.
SMA. Disinilah yang paling banyak terekam dalam memoriku mengenai asyiknya pemanfaatan perpustakaan. Bisa dikatakan walau polanya sama seperti ketika SMP, mengunjungi perpustakaan hanya ketika disuruh oleh guru karena ada tugas dan ketika istirahatpun hampir tidak pernah saya mampir ke dalamnya. SMA-ku adalah termasuk sekolah favorit di kabupatenku. Oleh karenanya untuk koleksinya agak sedikit lengkap. Jadi, tidak hanya berisi buku paket sekolah melainkan lebih bervariatif seperti adanya buku-buku dengan subjek yang bersifat menghibur. Selain itu tersedia juga surat kabar, majalah dan berbagai macam koleksi referensi lainya.
Dunia Tak Selebar Daun Kelor
Satu yang paling membekas tentang perpustakaan ketika SMA adalah adanya gedung perpustakaan umum kabupatenku yang letaknya persis didepan sekolahku. Walaupun ketika istirahat saya tidak pernah mengunjungi perpustakaan sekolah, akan tetapi menginjak kelas 3 SMA saya bersama taman-teman paling rajin mengunjungi perpustakaan umum ketika jam istirahat tiba. Hampir setiap hari ketika istirahat saya membaca buku-buku di perpustakaan umum itu. Selain koran dan majalah, ada dua buku yang menjadi langgananku adalah tentang kisah-kisah pejuang mujahidin Chechnya. Saat itu yang sedang tenar adalah Shamil Basayev. Saya bersama teman-teman selalu membaca biografi pejuang Chechnya ini karena beliau adalah muslim yang gigih dan pantang menyerah berperang melawan Rusia.
Buku kedua yang menjadi langgananku untuk dibaca bersama teman-teman adalah kisah hidup presiden pertama RI yaitu Seokarno. Satu yang paling ingat dari Soekarno kala itu adalah menyenangi banyak lukisan. Bahkan lukisan tanpa busana berobjek wanita. Dan karena ini pula sampai-sampai saya melakukan vandalisme terhadap koleksi perpustakaan umum. Salah satu lukisan tanpa busana yang ada dibuku itu saya sobek. Jujur saya menyesal melakukan hal itu karena setalah lulus dari SMA dan merantau ke kota pendidikan Yogyakarta untuk menimba ilmu perpustakaan, kemudian balik kampung lagi dan ternyata saya menjadi pustakawan di perpustakaan umum yang sering saya kunjungi ketika jam istirahat sekolah itu.
Oh ya satu lagi sebagai pengakuan dosa, kebiasaan jelek lagi terhadap perpustakaan umum itu adalah ketika selesai membaca kedua buku langgananku, selalu akan saya simpan tersembunyi di rak lain. Tujuannya agar besok saya mudah mencarinya kembali dan aman dari pembaca lain.
Belakangan salah satu seorang pustakawan senior yang pernah menjadi bahan pembicaraan bersama teman-teman SMA karena galaknya, ternyata menjadi rekan sejawatku. Sungguh tidak menyangka, dunia ini tak selebar daun kelor. Ketika saya ceritakan kepada pustakawan senior itu, beliau hanya tertawa terbahak-bahak. Saya adalah salah satu orang yang menjadi langganan dimarahi karena setiap masuk ke perpustakaan umum untuk membaca tidak pernah mengisi buku masuk. Setelah menimba ilmu perpustakaan di kampus biru dan bekerja di perpustakaan umum itu, kini aku mengerti mengapa harus mengisi buku pengunjung, mengapa saya tidak boleh melakukan vandalism, mengapa perpustakaan harus memperhatikan koleksinya, pendek kata, mengapa perpustakaan harus dituntut dinamis untuk mendukung minat dan budaya baca di wilayah setempat. Kesemua itu, tak lain agar kita sumber daya manusia Indonesia pada umumnya dapat bersaing dan unggul dari bangsa lain melalui bahan bacaan. Perpustakaan harus mengambil peran itu sebagai penyedia berbagai macam sumber literatur terpercaya.
Nah kawan-kawan, itulah perpustakaan dalam memoriku selama S3 = SD, SMP dan SMA. Jadi, bukan ketika saya S3 menempuh pendidikan doktor ya (he..2). Bagaimana dengan kalian? Adakah kenangan indah yang patut dikenang dengan perpustakaan?
Salam pustakawan blogger
Selain SD, saat sore saya juga mengikuti sekolah madrasah ibtidaiyah (MI). Jadi selepas pulang sekolah negeri langsung berangkat lagi ke sekolah madrasah. Saya menyebutnya sekolah dasar agama Islam. Di sekolah madrasah ini sama sekali saya tidak memiliki kenangan perpustakaan karena memang tidak ada perpustakaannya. Saya membayangkan, untuk saat ini betapa indahnya seandainya sekolah MI dikampungku telah menyediakan ruang khusus perpustakaan yang berisi banyak koleksi buku-buku pendidikan agama Islam. Semoga..
Menginjak SMP, sedikit saya ingat mengenai perpustakaan. Dua hal yang membekas dalam memoriku adalah pertama, ketika harus mengerjakan tugas oleh guruku misalnya Bahasa Indonesia. Disana tersedia banyak sekali buku paket sekolah dan hanya memang koleksi buku-buku seperti itulah yang tersedia. Selebihnya tidak ada. Bisa dikatakan dalam satu rak itu berjajar buku yang hampir semuanya sama. Dapat dibayangkan, betapa bosannya berada diperpustakaan karena hanya berisi buku-buku paket sekolah. Kedua, selama istirahat saya tidak pernah mengunjungi perpustakaan SMP. Alasannya adalah karena tidak ada guru yang menyinggung pentingnya perpustakaan dan karena memang bukunya berisi buku paket semua. Oleh sebab itu, inilah pentingnya peran guru sembari mengajar agar jangan lupa untuk memberitahukan pentingnya mencari informasi diperpustakaan. Memang, sekarang ini dengan adanya internet seringkali dijadikan alasan untuk pencarian informasi yang lebih cepat. Namun, harus diingat. Semua yang ada di internet itu perlu adanya cek dan ricek karena disana setiap orang akan dengan mudahnya menjadi provider informasi tanpa ada yang memverifikasi. Nah, tugas guru-gurulah untuk membimbing mereka untuk memanfaatkan sumber informasi dengan benar salah satunya pemanfaatan perpustakaan dan internet sehat.
SMA. Disinilah yang paling banyak terekam dalam memoriku mengenai asyiknya pemanfaatan perpustakaan. Bisa dikatakan walau polanya sama seperti ketika SMP, mengunjungi perpustakaan hanya ketika disuruh oleh guru karena ada tugas dan ketika istirahatpun hampir tidak pernah saya mampir ke dalamnya. SMA-ku adalah termasuk sekolah favorit di kabupatenku. Oleh karenanya untuk koleksinya agak sedikit lengkap. Jadi, tidak hanya berisi buku paket sekolah melainkan lebih bervariatif seperti adanya buku-buku dengan subjek yang bersifat menghibur. Selain itu tersedia juga surat kabar, majalah dan berbagai macam koleksi referensi lainya.
Dunia Tak Selebar Daun Kelor
Satu yang paling membekas tentang perpustakaan ketika SMA adalah adanya gedung perpustakaan umum kabupatenku yang letaknya persis didepan sekolahku. Walaupun ketika istirahat saya tidak pernah mengunjungi perpustakaan sekolah, akan tetapi menginjak kelas 3 SMA saya bersama taman-teman paling rajin mengunjungi perpustakaan umum ketika jam istirahat tiba. Hampir setiap hari ketika istirahat saya membaca buku-buku di perpustakaan umum itu. Selain koran dan majalah, ada dua buku yang menjadi langgananku adalah tentang kisah-kisah pejuang mujahidin Chechnya. Saat itu yang sedang tenar adalah Shamil Basayev. Saya bersama teman-teman selalu membaca biografi pejuang Chechnya ini karena beliau adalah muslim yang gigih dan pantang menyerah berperang melawan Rusia.
Buku kedua yang menjadi langgananku untuk dibaca bersama teman-teman adalah kisah hidup presiden pertama RI yaitu Seokarno. Satu yang paling ingat dari Soekarno kala itu adalah menyenangi banyak lukisan. Bahkan lukisan tanpa busana berobjek wanita. Dan karena ini pula sampai-sampai saya melakukan vandalisme terhadap koleksi perpustakaan umum. Salah satu lukisan tanpa busana yang ada dibuku itu saya sobek. Jujur saya menyesal melakukan hal itu karena setalah lulus dari SMA dan merantau ke kota pendidikan Yogyakarta untuk menimba ilmu perpustakaan, kemudian balik kampung lagi dan ternyata saya menjadi pustakawan di perpustakaan umum yang sering saya kunjungi ketika jam istirahat sekolah itu.
Oh ya satu lagi sebagai pengakuan dosa, kebiasaan jelek lagi terhadap perpustakaan umum itu adalah ketika selesai membaca kedua buku langgananku, selalu akan saya simpan tersembunyi di rak lain. Tujuannya agar besok saya mudah mencarinya kembali dan aman dari pembaca lain.
Belakangan salah satu seorang pustakawan senior yang pernah menjadi bahan pembicaraan bersama teman-teman SMA karena galaknya, ternyata menjadi rekan sejawatku. Sungguh tidak menyangka, dunia ini tak selebar daun kelor. Ketika saya ceritakan kepada pustakawan senior itu, beliau hanya tertawa terbahak-bahak. Saya adalah salah satu orang yang menjadi langganan dimarahi karena setiap masuk ke perpustakaan umum untuk membaca tidak pernah mengisi buku masuk. Setelah menimba ilmu perpustakaan di kampus biru dan bekerja di perpustakaan umum itu, kini aku mengerti mengapa harus mengisi buku pengunjung, mengapa saya tidak boleh melakukan vandalism, mengapa perpustakaan harus memperhatikan koleksinya, pendek kata, mengapa perpustakaan harus dituntut dinamis untuk mendukung minat dan budaya baca di wilayah setempat. Kesemua itu, tak lain agar kita sumber daya manusia Indonesia pada umumnya dapat bersaing dan unggul dari bangsa lain melalui bahan bacaan. Perpustakaan harus mengambil peran itu sebagai penyedia berbagai macam sumber literatur terpercaya.
Pustakawan Senior, H. Busaerih kini jadi rekan sejawat pustakawan |
Salam pustakawan blogger
Posting Komentar untuk "Perpustakaan Dalam Memoriku Selama S3"