Hikmah Ibadah Puasa: Tinjauan Medis, Psikologi dan Filosofis-Edukatif

" Abu Hurairah r.a. Rasulullah bersabda: ”Berpuasalah maka kamu akan sehat.” (H.R. Ibnu Suny dan Abu Nu’aim). "
Tulisan ini sebenarnya hasil ketika saya mendengarkan khutbah setelah sholat idul fitri, 1 syawal 1434 H di Masjid Al-Hidayah Pamulang Permai I Tangerang Selatan. Temanya sangat menarik yaitu membahas hikmah ibadah puasa di tinjau dari sisi medis, psikologis dan filosofis-edukatif. Sebagai khatibnya adalah Bapak Dr.H.Dayat Hidayat, MA.

Masjid Al-Hidayah Pamulang Permai I Tangerang Selatan
Masjid Al-Hidayah Pamulang Permai I Tangerang Selatan
Hikmah Puasa Dari Nilai Kesehatan
Kita tahu sumber penyakit yang menimpa seseorang manusia adalah berasal dari sumber makanan dan minuman yang masuk dalam perut kita. Makanan dan minuman yang masuk ini akan mempengaruhi organ-organ pencernaan di dalam perut. Bayangkan organ pencernaan di tubuh kita berjalan tanpa berhenti selama 24 jam bahkan hingga selama kita masih hidup. Tanpa di istirahatkan, maka apa yang terjadi? Jelas akan terjadi ketidakseimbangan hingga menyebabkan munculnya berbagai macam penyakit. Belum lagi jika ditambah dengan makanan dan minuman yang kita konsumsi adalah makanan yang serba tidak sehat. Dengan berpuasa adalah moment untuk megistirahatkan organ pencernaan kita selama satu bulan. Kita bisa menganalogikan sebuah mesin yang selalu hidup tanpa pernah mematikannya dapat dipastikan mesin itu akan rusak.

Mari kita lihat sabda Nabi besar kita Muhammad, Saw dan bukti secara ilmiah berdasarkan hasil penelitian. Berikut hadist Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Sunny dan Abu Nu'aim, yaitu dari Abu Hurairah:
"Berpuasalah maka kamu akan sehat"
"Bagi tiap-tiap sesuatu itu ada pembersihnya dan pembersih badan kasar (jasad) ialah puasa" (HR. Ibnu Majah)
Sedangkan bukti ilmiah menurut beberapa penelitian sebagai berikut:
  • Fasten Institue sebuah lembaga puasa di Jerman menggunakan puasa untuk menyembuhkan penyakit yang sudah tidak dapat diobati lagi dengan penemuan-penemuan ilmiah dibidang kedokteran. Metode ini juga dikenal dengan istilah “diet” yang berarti menahan / berpantang untuk makanan-makanan tertentu.
  • Selanjutnya Dr. Abdul Aziz Ismail dalam bukunya yang berjudul "Al-Islam wat-Thibbul-Hadits" menjelaskan bahwa puasa adalah obat dari bermacam-macam penyakit seperti kencing manis atau diabetes, darah tinggi, ginjal dan sebagainya.
  • Kemudian ada Dr. Alexis Carel, seorang dokter internasional yang pernah memperoleh penghargaan nobel dalam bidang kedokteran, menegaskan bahwa dengan berpuasa dapat membersihkan pernafasan.
  • Peneliti lain adalah Mac Fadon, seorang dokter dari Amerika. Ia telah berhasil mengobati pasiennya dengan anjuran berpuasa setelah gagal menggunakan obat-obat ilmiah.
  • Prof. Nicko Lev dalam bukunya yang berjudul Hungry of Healthy, mengatakan bahwa setiap orang harus berpuasa dengan berpantang makan selama empat minggu setiap tahun agar ia memperoleh kesehatan yang sempurna sepanjang hidupnya.

Puasa Dalam Analisis Psikologi
Kita mengenal teori motivasi Maslow yang terkenal seperti kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. Sayangnya, dari kelima itu ada lagi yang seharusnya menjadi salah satu tujuan tertinggi manusia yaitu self transcedence. Manusia sejatinya harus membersihkan nurani, membebaskan keinginan negatif dan mendamba perjumpaan hakiki dengan Tuhan maha yang kuasa. Puasa adalah salah satu ibadah yang bersifat personal dengan Tuhannya. Oleh karena itu, orang yang berpuasa adalah orang yang sedang melatih diri akan adanya Tuhan yang maha hadir (ompripresent). Di sini seoseorang yang berpuasa akan selalu berhati-hati di setiap jengkal perbuatannya karena ia sadar setiap saat selalu dalam pengawasan-NYA.

Maslow's hierarchy of needs
Maslow's hierarchy of needs
Orang yang berpuasa dengan benar senantiasa akan mengontrol emosi dan prilakunya secara baik. Dari sini akan timbul kecerdasan emosional dan kesalihan sosial. Orang-orang yang bisa mengontrol kecerdasan emosional dengan baik akan dapat mengelola hawa nafsu hingga melahirkan sifat yang sabar. Sifat inilah yang akan menjadikan manusia menjadi pribadi gigih dan ulet seperti yang di maksud dalam surat Ali-Imran/3:146.

Di sisi lain orang yang berpuasa akan bisa merasakan segala kesusahan fakir dan miskin yang banyak menderita kelaparan dan kekurangan. Di sini akan timbul sifat empati hingga akhirnya ia ingin menolong orang-orang yang sedang menderita.

Nilai Filosofis - Edukatif Puasa Ramadhan
Ada beberapa nilai-nilai filosofis bersifat edukatif yang penting bagi puasa ramadhan. Pertama jika kita merujuk pada Surat Al-Baqarah ayat 183, di sana dijelaskan bahwa puasa ramadhan untuk mencapai sebuah gelar atau derajat yang lebih tinggi yakni gelar takwa. Gelar itu diperoleh bagi umat yang beriman dan melaksanakan puasa Ramadhan. Hamba yang bertakwa adalah hamba yang memiliki nilai akidah yang kuat dan amal sholeh yang mumpuni.

Kedua, dapat memupuk rasa kasih sayang antar sesama. Dengan berpuasa akan menimbulkan rasa empati, dimana ia akan merasakan kelaparan dan kehausan sehingga timbul rasa belas kasih terhadap mereka para fakir miskin.

Ketiga, membina dan menata diri kaum mukmin agar senantiasa hidup teratur, utamanya dalam mengkonsumsi makanan. Kita tahu saat ini banyak orang mudah terkena penyakit salah satu penyebabnya adalah dikarenakan pola makan yang tidak teratur. Seringkali pekerja kantoran menderita sakit maag yang pada awalnya dianggap biasa namun lambat laun bisa menjadi kronis dan parah.  Ini semua dikarenakan pola makan yang tidak teratur. Belum lagi apabila semua makanan di konsumsi tanpa pandang bulu, semuanya di lahap.

Keempat, dapat menata atau memanajemen hati seseorang  yang berpuasa agar lebih suci  dan bersih sehingga terhindar dari sifaf-sifat jelek atau tercela seperti sifat dengki, iri hati, riya, ujub, sombong, menggunjing dan semua penyakit hati lainya. Dengan berpuasa kita lebih bisa mengontrol diri terutama prilaku kita terhadap orang lain. Penyakit hati adalah penyakit  yang sering  tanpa kita sadari ada di dalam diri kita. Hal ini apabila tidak dianalisis, maka kita termasuk orang-orang yang merugi.

Di ujung penutup khotbah, sang khatib menggaris bawahi ada dua hal yang perlu kita ambil hikmahnya dari tulisan diatas. Pertama, lihatlah ulat yang berpuasa. Ketika ulat yang menjijikan akan bermertamorfosis menjadi kepompong lalu berubah menjadi kupu-kupu setelah berpuasa. Ia berubah menjadi cantik dan berperangai menarik. Padahal jauh sebelumnya ulat adalah binatang yang dianggap hama yang merusak dan merugikan. Namun setelah ia berpuasa banyak memberi manfaat membantu proses penyerbukan dan hanya memakan sari-sari bunga. Bagaimana dengan kita setelah berpuasa? semoga bisa menjadi lebih baik. Kedua, pada hakekatnya seluruh ibadah yang kita lakukan muaranya adalah pada akhlak. Lihat nilai-nilai moral ibadah kita :
  • Sholat mencegah perbuatan keji dan munkar
  • Puasa untuk mencapai derajat takwa dan taat pada aturan Allah
  • Haji dilarang rofas, fusuq, dan jidal dalam berprilaku
  • Zakat menumbuhkan empati dan berbagi kepada para mustahik
Jadi semua ibadah kita bermuara pada akhlak yang baik. Begitu juga Nabi besar kita, Muhammad Saw diutus ke bumi untuk menyempurnakan akhlak manusia seperti yang tertera dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:
“Sungguh aku diutus menjadi Rasul tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak yang saleh (baik).”

Gambar Maslow's hierarchy of needs diambil dari http://en.wikipedia.org/wiki/Maslow's_hierarchy_of_needs

Gambar Masjid Al-Hidayah Pamulang Permai I Tangerang Selatan diambil dari: https://www.facebook.com/pages/Masjid-Al-Hidayah-Pamulang-Permai-I/178860095550128

Komentar