Doraemon, Milenial dan Perjuangan

Bisa dikatakan generasi anak-anak milenial sekarang ini hidupnya dipenuhi dengan kemudahan.

Saya ambil contoh katakanlah misalnya untuk akses informasi yang bisa diperoleh dengan lebih cepat dan mudah ketimbang generasi sebelumya. Kenapa? Tentu saja karena akses internet menjadi kuncinya.

Selain informasi, hiburan misalnya. Pilihan dan kemudahan akses untuk menontonnya juga itu mudah didapatkan. Sekali lagi benar-benar kondisinya itu berbeda dengan generasi sebelumnya.

Saya punya kisah terkait anak saya yang berumur 7 tahun. Dia suka sekali menonton film kartun Doraemon. Kawan-kawan pasti tahu dong Doraemon? Jujur dari saya kecil hingga sekarang sudah menjadi bapak saja masih suka Doraemon. 
Doraemon

Anak saya ketika hendak menonton Doraemon itu, sekarang ini sangat mudah sekali. Hampir dipastikan tanpa melalui perjuangan seperti saya dulu. Tinggal meminjam ponsel ibunya yang terkoneksi internet, maka saat itu juga langsung bisa menyaksikannya. Tanpa harus menunggu sesuai jadwal yang ditayangkan di televisi.

Hanya melalui Youtube, maka menonton bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja. Jam nontonnya juga tak terbatas.

Bayangkan dengan saya dahulu. Untuk menonton saja, saya harus menunggu misalnya seminggu karena hanya tayang setiap hari minggu.

Itu juga nontonnya harus dirumah tetangga jauh karena orang tua saya tidak punya televisi. Belum lagi syarat untuk menonton itu, semua tugas dari emak harus selesai terlebih dahulu. Sehingga ketika saya akan menonton, maka yang saya lakukan adalah harus bangun pagi-pagi buta kemudian menyapu halaman rumah. Sedangkan kakak saya yang perempuan tugasnya menyapu di dalam rumah.

Perjuangan untuk menonton itu benar-benar memerlukan proses dan kesabaran karena harus melalui berbagai syarat. Berbeda dengan anak milenial sekarang, kemudahan itu benar-benar ada di depan mata.

Atas kondisi itu, saya tentu tidak sebebas-bebasnya membiarkan anak saya ingin menonton. Tentunya belajar dari orang tua saya dahulu, semua itu harus melalui perjuangan.

Saya kadang memberikan syarat kepada anak saya ketika hendak ingin menonton, maka harus ada perjanjian terlebih dahulu. Misalnya terkait lamanya durasi menonton. Menyelesaikan pekerjaan-perkerjaan yang bermanfaat. Sebagai contoh  mengulang pelajaran mengajinya terlebih dahulu, menggambar, dan lain sebagainya.

Khusus untuk kakaknya yang lebih besar, maka biasanya harus membuat karya terlebuh dahulu. Misalnya disesuaikan dengan hobinya. Kebetulan kakaknya hobinya suka sekali dengan menggambar komik, maka yang dilakukan harus memuat karya komik. Pernah juga saya syaratkan untuk membaca buku lalu menceritakan kembali apa yang telah dibacanya. Setelah itu, baru bisa mengakses internet. Entah untuk sekedar menonton atau bermain game.

Saya sadar, zaman itu selalu berkembang. Saya tidak bisa menghindar. Itu semua harus dilalui. Begitu pula ketika mendidik anak tentu perlu pendekatan yang berbeda sesuai perkembangan zaman. Saat ini hingga sekarang saya memang tidak punya televisi, tapi nyatanya itu tak berarti karena anak-anak milenial lebih tertarik jaringan internet dengan kotak kecil ajaibnya.

Saya memang tidak melarang mereka untuk menonton, hanya saja itu harus melalui proses dan perjuangan yang harus dilakukan agar kelak nanti mereka tahu bahwa hidup itu tak semudah seperti membalikan telapak tangan. Hidup itu adalah perjuangan. Mereka harus menjadi generasi tangguh dengan belajar melakukan hal-hal kecil yang bermanfaat terlebih dahulu. Meminjam istilah dari Rhenald Kasali, jangan sampai jadi strawberry generation. Bagaimana dengan kawan-kawan?

Salam,
Pustakawan Blogger

Komentar