Filosofi Nener Dalam Kehidupan

Mancing, seringkali hobi yang satu ini di identikan dengan kaum lelaki walaupun bagi kaum wanita tidak sedikit yang menyukainya juga. Akan tetapi, jumlahnya tentu masih kalau jauh dengan kaum lelaki yang menyenangi hobi mancing. Seingatku, dahulu dikampung saya ketika masih kecil sekitar tahun 1990-an, bisa dikatakan tidak ada wanita yang pergi memancing mislanya ke sungai, sawah, atau aliran irigasi, atau di danau buatan sekalipun. Tampaknya kalau sudah berkaitan dengan dunia memancing, maka kaum lelakilah yang lebih berhak.

Lalu, apakah ada kaum wanita dikampung saya Indramayu yang juga bisa melakukan kegiatan mencari ikan seperti memancing itu? Ada. Namanya nener. Nenek dan emak saya sering melakukannya. Peralatan nener sangat sederhana. Hanya menggunakan *seser segitiga dan ember yang diikat dengan kain batik di punggung.

Kesamaan mencari ikan antara memancing dan nener adalah pada metodenya yang masih memperhatikan lingkungan alam sekitar. Jadi, tidak merusak alam misalnya dengan menggunakan obat-obatan seperti portas. Seringkali saya melihat pada kaum lelaki yang tidak sabar untuk mendapatkan ikan dengan jalan pintas hingga memanfaatkan portas. Padahal, tentu saja itu bisa merusak ekosistem yang ada.

Berbeda dengan nener, kegiatan pencarian ikan yang banyak dilakukan kaum wanita ini lebih memperhatikan banyak hal. Menurut saya, ada beberapa yang menjadi catatan penting untuk menjadi pembelajaran bagi manusia-manusia yang hidup pada zaman sekarang. Nener memiliki makna filosofi yang baik untuk kehidupan seperti halnya rencek. Kurang lebih ada tigal hal, yakni menjaga keseimbangan ekosistem, uji kesabaran dan ketelitian serta hermat dan bergizi.

Nener

Menjaga Keseimbangan Ekosistem
Nener, jelas sangat menjaga keseimbangan ekosistem karena pertama, ikan, udang dan sejenisnya diambil secara alami dalam artian tidak menggunakan obat-obatan semacam portas yang dapat membahayakan lingkungan. Kedua, ikan diambil secukupnya dan berdasarkan siklus alam karena nener biasanya hanya akan dilakukan ketika musim air yang melimpah telah tiba.

Uji Kesabaran dan Ketelitian
Kesabaran dan ketelitian dalam nener tidak diragukan lagi karena dua sifat ini pasti harus diimplementasikan. Sabar ketika mencari sumber-sumber ikan dengan menyusuri sungai atau lainya. Teliti karena ketika akan menyeser ikan harus memilah antara hasil tangkapan ikan dengan hewan lainya yang memang tidak menjadi target untuk diambil.

Hemat dan Bergizi
Hemat dikarena tidak harus membeli lauk pauk. Hasil tangkapan nener seperti ikan, udang dan sejenisnya bisa dimakan bersama dengan keluarga tercinta. Disisi lain tentu saja ikan segar ini lebih bergizi. Saya sendiri seringkali memperoleh tangkapan ikan dari emak yang dimakan bersama sebagai lauk pauk. Kendati saya dahulu tidak terlalu menyukai ikan, namun kakak dan bapak saya yang paling menyukainya. Hasil nener seringkali dimasak pepes dan pecak.

Tiga filosofi dari nener itu, tentunya akan sangat bermakna apabila diaplikasikan untuk siapa saja guna menuju kehidupan yang lebih baik. Pertama, cintailah alam. Jaga dan peliharalah alam sebaik-baiknya. Contoh yang paling mudah adalah jangan membuang sampah sembarangan misalnya di sungai-sungai. Kedua, bersabar dan selalu menikmati proses dalam menjalani apapun itu perlu dilakukan mengingat manusia dewasa ini menyenangi segala hal yang berbau instan. Ketiga, ingat hindari sifat serakah. Hemat adalah salah satu yang perlu dilakukan. Hemat bukan berarti pelit, namun menempatkan sesuatu sesuai dengan kebutuhannya bukan keinginan!

*Seser: alat penangkap ikan tradisional. Seser yang digunakan untuk nener adalah berbentuk segitiga dengan jaring dan pohon bambu sebagai pegangannya. Seser ada yang besar dan juga ada yang sedang. Untuk nener biasanya digunakan yang ukurannya sedang. Kira-kira besarnya sepanjang tangan orang dewasa. Di KBBI, seser adalah alat untuk menangkap ikan seprti sauk-sauk yang dibuat dari anyaman bambu.

Salam,
Pustakawan Blogger

Komentar